Pulau Rempang, sebuah pulau yang selama ini dihuni oleh penduduknya, kini harus menghadapi perubahan besar. Rencana pemindahan warga Pulau Rempang ke Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau, menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Pemindahan ini direncanakan karena adanya rencana investasi dari perusahaan asal China, Xinyi, yang berencana untuk membangun pabrik kaca sekaligus panel surya terbesar kedua di dunia.
Rencana ini, bagaimanapun, menimbulkan protes dan ketidakpuasan di kalangan warga Pulau Rempang. Protes ini bahkan berujung pada kerusuhan pekan lalu. Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, memberikan penjelasan bahwa pemerintah telah merencanakan kompensasi bagi warga Pulau Rempang yang terdampak oleh pengembangan investasi ini.
Menurut Bahlil, warga yang terdampak akan diberikan hunian baru. Sebanyak 700 kepala keluarga yang terdampak di tahap pertama akan mendapatkan rumah baru dalam waktu 6 sampai 7 bulan. Selama periode konstruksi, warga juga akan menerima bantuan berupa uang dan tempat tinggal sementara.
Bahlil menjelaskan lebih lanjut bahwa pemerintah telah menyiapkan tanah seluas 500 meter persegi per kepala keluarga. Selain itu, rumah baru dengan tipe 45 akan disediakan dengan nilai sekitar Rp 120 juta per unit. Selama masa transisi, setiap individu akan menerima uang sebesar Rp 1,2 juta dan biaya sewa rumah sebesar Rp 1,2 juta. Bahlil juga menekankan bahwa kompensasi ini akan mencakup aspek lain seperti tanam tumbuh, keramba ikan, dan sampan di laut, yang akan dinilai secara proporsional sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan.
Menteri ATR/Kepala BPN, Hadi Tjahjanto, juga turut berbicara tentang pemberian sertifikat hak milik (SHM) kepada warga yang terdampak pemindahan ini. Menurutnya, pemerintah akan segera memberikan SHM kepada warga yang mengalami pergeseran dari 16 titik Kampung Tua Pulau Rempang. Proses ini akan berjalan seiring dengan pembangunan dan akan diawasi oleh pemilik rumah.
Hadi menjelaskan bahwa pemerintah ingin agar sertifikat ini tidak dapat dijual dan harus dimiliki oleh masyarakat yang terdampak. Dengan demikian, hak-hak masyarakat akan tetap terjamin.
Meskipun pemenuhan hak masyarakat menjadi prioritas utama, Bahlil juga mengingatkan bahwa rencana investasi di Pulau Rempang harus terus berjalan demi kepentingan rakyat. Investasi ini dianggap sangat penting untuk menggerakkan roda ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.
Warga Pulau Rempang harus rela melakukan relokasi karena pabrik yang akan dibangun memiliki skala yang sangat besar. Pulau Rempang yang memiliki luas mencapai 17.000 hektar akan mengalami revitalisasi menjadi kawasan yang mencakup sektor industri, perdagangan, hunian, dan pariwisata yang terintegrasi.
Dalam tahap awal, perusahaan kaca terbesar di dunia, Xinyi Group, yang berasal dari Tiongkok, telah menunjukkan minat besar untuk berinvestasi di kawasan ini. Mereka berencana untuk menggelontorkan dana senilai USD 11,5 miliar atau sekitar Rp 174 triliun hingga tahun 2080.
Bahlil menjelaskan bahwa dari total luas 17.000 hektar Pulau Rempang, sekitar 10.000 hektar merupakan kawasan hutan lindung yang tidak dapat diganggu gugat. Oleh karena itu, kawasan yang dapat dikembangkan mencapai sekitar 7.000 hektar, dengan sekitar 2.000-2.500 hektar untuk kawasan industri dalam tahap pertama.
Pemindahan warga Pulau Rempang menjadi tantangan besar yang dihadapi oleh pemerintah, namun mereka berkomitmen untuk memastikan bahwa hak-hak warga terpenuhi dan bahwa investasi ini akan membawa manfaat ekonomi yang signifikan bagi masyarakat dan negara.