ACEHSTANDAR.COM — Tinggal 5 bulan lagi kita menuju Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang digelar serentak di seluruh Indonesia. Ketua Komite Pertama DPD RI sekaligus Senator DPD RI Aceh Fachrul Razi menilai Pilkada 2024 memiliki potensi politik uang yang lebih tinggi sehingga pihaknya meminta masyarakat menentang politik uang.
Permintaan itu disampaikannya saat menjabat sebagai konsultan Pusat Penelitian Anggaran dan Daerah (Puskadaran) DPD RI dalam seminar yang digelar di Jakarta, Jumat (21 Juni 2024).
Fachrul Razi mengatakan, Puskadaran merupakan hasil aspirasi masyarakat dan daerah (Asmasda). Asmada dinilai sangat penting karena data di dalamnya sangat nyata dan obyektif sehingga bermanfaat bagi masyarakat.
Farul Razi menjelaskan, “Masyarakat perlu memahami data masing-masing daerah, seperti pilkada serentak tahun ini. Pilkada ini mempunyai potensi politik uang yang besar, sehingga masyarakat harus cerdas dan menentang politik uang. “
Dalam sambutannya, Fachrul Razi juga menyinggung tentang proses Pilkada yang merupakan proses pemilu yang secara sosiologis akan melibatkan partai politik pesaing.
Hal ini menyebabkan kemungkinan konflik menjadi lebih besar. “Pilkada dengan integritas paling rendah akan mengakibatkan berkurangnya kepercayaan dan legitimasi terhadap pemerintahan daerah yang terorganisir.
Dikatakannya, dalam tahap persiapan Pilkada 2024, hal yang menjadi perhatian DPD RI pertama-tama adalah terkait rekrutmen PPK, PPS, dan KPPS Pilkada. Ini adalah sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan.
Kedua, verifikasi daerah pemilihan (tidak ada lagi pemilihan umum seperti pemilu), dan ketiga, pendaftaran peserta pilkada (calon kepala daerah tidak memiliki registrasi pribadi).
Ditambah lagi dengan netralitas penjabat bupati (pengangkatan pejabat daerah terkesan dipaksakan), yang menjadikan ASN netral (cenderung memihak calon yang ada atau calon yang berpotensi menang besar).
Kemudian dari segi anggaran, Fakhrul Razi mengatakan anggaran penyelenggaraan Pilkada 2024 diperkirakan mencapai 35,8 triliun rupiah yang terbagi dalam dua tahun anggaran.
Sebanyak 40% anggarannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2023 dan 60% dari APBD tahun 2024.
Artinya setiap provinsi mengeluarkan uang rakyat sebesar 1 triliun, sehingga harus ditumbuhkan pemimpin daerah yang berkualitas, kata Fachrul Razi.
Fakhrul Razi juga menjelaskan fenomena “pembajakan” demokrasi secara lokal, dengan munculnya aktor-aktor baru (free rider) di kancah politik yang memanfaatkan peluang demokratisasi untuk kepentingannya sendiri.
Model demokrasi semu telah ditetapkan, dan prosedur serta sistem demokrasi modern telah diadopsi secara formal, namun inti dari permainan ini melebihi skenario demokrasi yang diharapkan.
Nilai-nilai demokrasi tidak dilembagakan sehingga demokrasi gagal mencapai kesejahteraan.
“Praktik oligarki pada Pilkada 2024 patut kita kritik. Praktik oligarki ini menjadi perhatian kita semua. Tandanya, tidak adanya registrasi pribadi calon kepala daerah,” ujarnya.
“Selain itu, digunakan juga ketentuan mengenai batasan iuran biaya pilkada oleh calon petahana atau anggota keluarganya pada Pilkada Serentak 2024. Dalam Pilkada Serentak 2024, apakah penjabat kepala daerah memiliki netralitas dan peran? lalu bagaimana dengan dana hibah yang ditujukan kepada salah satu calon?” tanya Farul Razi kritis.
Farul Razi mengingatkan, pemilu daerah harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip pemilu yang bebas dan adil. Ia berharap: “Pilkada harus dilaksanakan secara adil, baik oleh penyelenggara pemilu maupun penyelenggara pemilu.”
Fachrul Razi menambahkan, untuk memperluas peran masyarakat daerah melalui pendidikan politik sipil kritis (civic education). “Pelaksanaan pilkada pada seluruh tahapan didasarkan pada supremasi hukum, dengan penegakan hukum yang tegas dan tidak diskriminatif bagi setiap peserta pemilu, sehingga aturan mainnya pasti dan tegas, sehingga dapat memulihkan kepercayaan masyarakat dan memperkuat kepercayaan masyarakat. legitimasi pemerintah.