Ilustrasi teman pernikahan. (Foto oleh Spora Weddings dari Pexels)
Mengutip NU daringImam Az-Zabidi menjelaskan dalam Ihya Shahnya bahwa orang tua atau wali anak perempuannya harus memperhatikan beberapa hal mengenai calon menantunya.
Beberapa poin ini penting untuk diperhatikan sebagai upaya awal membuka jalan bagi masa depan keluarga putri Anda.
??????????????????????????????????????????????????? ?????????????????????????????????????????????? ??????????????????????????????????????????????? ??????????????????????????????????????????????????? ????????????????????????????????????????
Artinya, “(Wali) adalah wali perempuan (yang wajib merawat dan memperhatikan calon suami anak perempuannya) yang akan dilamar. (Jangan menikahkan anaknya dengan pemuda yang berakhlak buruk), pertama-tama kha dhammah, disusul kha fathah, (atau agama yang lemah), yaitu meremehkan urusan agama, (atau mengabaikan kewajibannya) terhadap istrinya (atau orang yang bukan sekufu)” (Imam Az-Zabidi, Ithafus Sadatil Muttaqin bi Syarhi Ihya Ulumiddin, (Beirut, Muassastut Tarikh Al-Arabi: 1994 M/1414 H), juz V, hal.
Mengenai pilihan calon menantu, Imam al-Ghazali mengutip dari “Ihya Ulumiddin” Aisyah ra dan Asma riwayat Abu Amr At-Tawqani ·Hadits Asma ra: “Pernikahan adalah sebuah ikatan. Berhati-hatilah dengan siapa kamu tempatkan putrimu.”
Imam al-Ghazali mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dalam memilih calon menantunya dengan benar, dan tentunya proporsional.
Jangan memilih calon menantu yang zalim, fasik, sesat, atau pecandu alkohol.
Terlihat bahwa dalam memilih menantu tidak hanya memperhatikan kesalehan pribadi saja, tetapi juga memperhatikan moralitas, integritas dan kesalehan sosial, agar ia tidak melewati batas ketika sedang bahagia dan tidak melewati batas. ketika dia marah. Tidak ada ketidakadilan yang dilakukan terhadap istri dan anak-anaknya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul